HUKUM PRANATA DAN PEMBANGUNAN
HUKUM PRANATA DAN PEMBANGUNAN
Pranata
ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan. Dapat disimpulkan
bahwa, pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar
individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan.
Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut
dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar
pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk
memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan
untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.
Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena
fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga
menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.
Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada
cara teknik dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang.
Misalnya secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang
untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai ruang untuk melakukan
aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang
berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang
makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang
memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan
menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa
nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam
pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia
juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah persoalan
mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi
lainnya. Masalah kepranataan ini menjadi penting karena beberapa hal akan
menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya
kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi
penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi
berlebihan.
Dalam penciptaan ruang bangunan dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor
yang terlibat dan berinteraksi, yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek),
kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor
dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan,
baik yang disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari
ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut
mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang
akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.
Pranata pembangunan sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan
aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan
pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk
mencapai satu tujuan.
Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui
strukturnya. Struktur disini mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan
hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur tersebut.
Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan
bila pihak yang terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks.
Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui karakternya, sistem sederhana
memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya (goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi
Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang
tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi
Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem
kompleks. Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah tunggal (unitary), jamak
(pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami tipe dan
jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara
matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas permasalahannya
sebagai berikut,
Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya
maka pranata pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang
arsitektur dapat disebut pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur
utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner), perancang/pengawas
(designer/supervise), dan pelaksana (contractor) dan jumlah sedikit. Pihak atau
partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi
berbeda pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik
memiliki atribut yang spesifik, perancang memiliki atribut yang khusus pula,
dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul
dalam satu kelompok yang memiliki latar belakang berbeda maka dapat dikatakan
jamak.
• Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)
Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan
publik. Kebijakan publik itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks
dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh
badan atau kantor pemerintahan.
Elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka
legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi
pihak-pihak terkait yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan
perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang
satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.
Ada lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan
sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap agenda permasalahan, tahap formulasi
kebijakan, tahap adopsi, tahap implementasi, dan tahap evaluasi.
Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan
diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat
inkonsistensi.
KUMPULAN PERATURAN-PERATURAN PEMBANGUNAN
Berikut ini merupakan kumpulan peraturan-peraturan Pemerintah yang terkait
dengan Pembangunan, Perumahan dan Pemukiman, Perkotaan, Konstruksi, dan Tata
Ruang :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-undang ini mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan
pengguna gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan
tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan,
dan ketentuan penutup. Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut
dilandasi oleh asa kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian
bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang
berperikemanusiaan dan berkeadilan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
No. 28 Tahun 2002
Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU No.28 Tahun 2002.
Yang mana mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat
dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung
Peraturan Menteri ini adalah pedoman dan standar teknis yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertera dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai
acuan yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan
gedung dalam rangka proses perizinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan,
serta pemeriksaan kelayakan fungsi bangunan gedung.
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini memuat hukum tata ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata,
kaidah hukum, yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban,
tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya
mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan
alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan
dan pengelolaan bangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya
manusia yang ada, berdasarkan kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti
persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan
pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa
dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
Pembangunan rumah susun untuk BUMN atau Swasta yang bergerak pada usaha itu
atau swadaya masyarakat pada dasarnya diperbolehkan, asal sesuai dengan
ketentuan. Undang-undang ini mewajibkan adanya Perhimpunan Penghuni, anggotanya
adalah seluruh penghuni. Rumah susun dengan hak kepengolaan, harus diurus dulu
hak tersebut menjadi hak guna bangunan "sebelum" dijual persatua
unit. Mengapa "sebelum" karena hak tersebut hanya boleh dimiliki oleh
BUMN. Jadi kalau dijual harus diganti dahulu. Hak-hak tidak bisa dijual jadi
diganti.
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
8. Undang-Undang Perburuhan (Bidang Hubungan Kerja):
• Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
• Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Pasal-pasal dalam undang-undang ini menjamin hak-hak atas tanah, mengandung
sifat-sifat dapat dipertahankan terhadap gangguan dari siapapun. Sifat-sifat
yang demikian itu merupakan jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang
dibangun atasnya. Macam-macam hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada
subjek hak dan jenis penggunaan tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas
tanahnya. Orang perorangan dapat memiliki hak milik atas tanah dan bangunan
sepanjang batasan luas yang wajar untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan
yang telah ditetapkan pemerintah setempat.
UNDANG-UNDANG NO.26/ 2007
TENTANG PENATAAN RUANG
Undang-undang ini memuat hukum tata ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata,
kaidah hukum, yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban,
tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya
mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam,
lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan
pengelolaan bangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya
manusia yang ada, berdasarkan kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan
landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
penataan ruang.
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola
ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu
atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang
terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki
keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana
wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan
sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2
(dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan
membentuk sebuah sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanandan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan
sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
32. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
33. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam bidang penataan ruang.
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
d. keterbukaan;
e. kebersamaan dan kemitraan;
f. pelindungan kepentingan umum;
g. kepastian hukum dan keadilan; dan
h. akuntabilitas.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Menimbang:
a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya
secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah
penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga
keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai
dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan
internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi,
kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang
baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan
Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan
kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian
dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan
kesenjangan antardaerah;
d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas danpemahaman
masyarakat yang berkembang terhadappentingnya penataan ruang sehingga
diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan,efektif, dan
partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia
berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang
berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan
kehidupan dan penghidupan;
f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga
perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,huruf e, dan huruf f, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penataan Ruang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PENATAAN RUANG.
UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992
TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
Undang-undang ini berisi tentang setiap orang atau badan yang membangun rumah
atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif,
melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan
hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan
diwariskan.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi
sebagaimana
mestinya;
6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial
dan
budaya;
7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman
skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau
lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu
dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana
lingkungan
sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan
oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan
pembakuan
pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya
ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan
bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang
telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan
selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan
untuk membangun kaveling tanah matang;
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang
lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun
bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun
lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai
dengan
rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat
II,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata
ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada
asas :
a. Manfaat
b. Adil dan merata
c. Kebersamaan dan kekeluargaan
d. Kepercayaan pada diri sendiri
e. Keterjangkuan, dan
f. Kelestarian lingkungan hidup
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan
Untuk :
a. memenuh ikebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan
rakyat;
b. memwujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk
yang rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan
bidang-bidang lain.
Menimbang:
a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang
layak, schat, aman, scrasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur
berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu
kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga
Indonesia,
pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan
dikembangkan
secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu
diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya
untuk
mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan
manusia
Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara;
d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun
1962
tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan
dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan
permukiman dalam Undang-undang yang baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUIILIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.