Selasa, 28 Juni 2016

KONSERVASI ARSITEKTUR KAWASAN SETU BABAKAN



A.     Pendahuluan

DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan, pembangunan, perekonomian dan lainnya yang menarik para penduduk dari berbagai daerah untuk tinggal dan datang ke kota ini. Hal ini dan perkembangan kota yang tidak seimbang menyebabkan semakin terpinggirnya warga Betawi yang mana warga asli Jakarta. Ini dapat menyebabkan Kota Jakarta tidak mempunyai karakter dan kekhasan daerah. Karena itu dibentuklah Cagar Budaya Betawi yang salah satunya yaitu Situ Babakan/ Danau.

Pintu masuk Setu Babakan

Situ Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Situ Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi,  memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya.

Aktivitas di dalam Setu Babakan

Kawasan huniannya memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana,, rutinitas keagamaan, maupun arsitektur rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar. Perkampungan  ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Sebelumnya ada kawasan yang direncanakan serupa yaitu di wilayah Condet, namun gagal karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya, karena itu diperlukan cara yang tepat agar kawasan Situ Babakan ini berhasil mempertahankan, melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi.

B.      Telaah Pustaka
Situ Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, Indonesia dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang diperuntukkan untuk pelestarian warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi.

Setu Babakan

Situ Babakan merupakan danau buatan dengan area 30 hektare (79 hektare) dengan kedalaman 1-5 meter dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan sebagai tempat wisata alternatif, bagi warga dan para pengunjung. Peresmiannya Situ Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik, dan seni drama. Dalam sejarahnya, penetapan Situ Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung (batal) dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Situ Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Situ Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Situ Babakan juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacific Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002.

C.     Gambaran Kawasan


Bangunan Tradisional Setu Babakan

Perkampungan Situ Babakan adalah sebuah kawasan pedesaan yang lingkungan alam dan  budayanya yang masih terjaga secara baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini akan disuguhi panorama pepohonan rindang yang akan menambah suasana sejuk dan tenang ketika memasukinya. Di kanan kiri jalan utama, pengunjung juga dapat melihat rumah-rumah panggung berarsitektur khas Betawi yang masih dipertahankan keasliannya.


Rumah asli Betawi

Yang tak kalah menarik, di perkampungan ini juga banyak terdapat warung yang banyak menjajakan makanan-makanan khas Betawi, seperti ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng, dan tahu gejrot. Wisatawan yang berkunjung ke Situ Babakan juga dapat menyaksikan pagelaran seni budaya Betawi, antara lain tari cokek, tari topeng, kasidah, marawis, seni gambus, lenong, tanjidor, gambang kromong, dan ondel-ondel yang sering dipentaskan di sebuah panggung terbuka berukuran 60 meter persegi setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain pagelaran seni, pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya Betawi, seperti upacara pernikahan, sunat, akikah, khatam Al-Qur‘an, dannujuh bulan, atau juga sekedar melihat para pemuda dan anak-anak latihan menari dan silat khas Betawi, Beksi. Sebagai sebuah kawasan cagar budaya, Situ Babakan tidak hanya menyajikan pagelaran seni maupun budaya, melainkan juga menawarkan jenis wisata alam yang tak kalah menarik, yakni wisata danau. Dua danau, yakni Mangga Bolong dan Babakan, di perkampungan ini biasanya dimanfaatkan oleh wisatawan untuk memancing atau sekedar bersenda gurau dan menikmati suasana sejuk di pinggir danau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyewa perahu untuk menyusuri dan mengelilingi danau.

D.     Usulan Penanganan Pelestarian

Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan, masa depan.Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU RI No. 11 Tahun 2010). Terdapat beberapa langkah dalam melestarikan Cagar Budaya yaitu:

1.        Pelestarian
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengertian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya. Dalam Undang-Undang tersebut di atas, lembaga yang diberi fungsi untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat adalah museum.

2.        Pengembangan
Pengembangan, dalam UU Cagar Budaya, adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Masyarakat atau komunitas dalam masyarakat dapat secara aktif bersama-sama dengan museum dapat terlibat dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari pelestarian. Penelitian ilmiah dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk menelisik dan menelaah lebih lanjut tentang warisan bendawi dimaksud. Revitalisasi memungkinkan masyarakat menikmati fungsi asal sebuah Bangunan Cagar Budaya, sebagai contoh sebuah bangunan bersejarah yang kini berfungsi sebagai kantor pemerintahan. Setelah dilakukan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata bangunan dimaksud merupakan fasilitas pertunjukan pada masanya. Pada saat-saat tertentu, fungsi ini dapat dikembalikan seperti semula dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pelestarian. Demikian juga dalam soal Adaptasi, misalnya penambahan ruangan pada bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Unsur-unsur publikasi Cagar Budaya dapat dikembangkan oleh masyarakat atau komunitas masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik dapat menampilkan kegiatan-kegiatan promosi berupa pentas seni dan budaya.

3.        Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya (UU Cagar Budaya 2010). Dalam konteks pelestarian, pemanfaatan Cagar Budaya adalah mutlak karena merupakan muara dari pelestarian. Salah satu tujuan Cagar Budaya dilindungi dan dikembangkan ialah agar dapat dimanfaatkan. Pemanfaatannya dapat berupa sarana pembelajaran, pusat rekreasi seni dan budaya, tempat diskusi dan lain sebagainya. Pemanfaatan Cagar Budaya harus ditekankan pada elemen pendidikan karena pemahaman tentang pelestarian itu lebih efektif dilakukan dengan pendekatan pendidikan. Pemanfaatan lainnya dapat berupa kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan. Peran serta masyarakat dan komunitas turut andil besar dalam melestarikan kawasan Cagar Budaya.


Jadwal pagelaran seni betawi di kawasan Setu Babakan
(sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqMwL99dLCpN5duwPTfjrjq3ziySwSYBDUqve54T_LvQNZQ4EZqhIYjgKNoM_o7wGHAalho9AMYwiwm2xq7HOISTOr0b8jbd-H-LZdNxqAZZvdc6J1u_KOIpJWP_Ee3B90dsOf7tx48wVj/s1600/SAM_0014.JPG)

4.        Zonasi
Zoning adalah suatu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi dan sekaligus mengatur peruntukan lahan, agar tidak terganggu oleh kepentingan lain yang terjadi disekitarnya, yang oleh Callcott (1989) disebutkan bahwa zonasi merupakan suatu cara atau teknik yang kuat dan fleksibel untuk mengontrol pemanfaatan lahan pada masa datang (Callcott,1989:38). Pernyataan yang dikemukaan oleh Callcott tersebut lebih di tekankan pada pengaturan dan pengontrolan pemanfaatan lahan untuk berbagai jenis kepentingan yang diatur secara bersama. Sementara dalam zonasi cagar budaya tujuan utamanya adalah menentukan wilayahsitus serta mengatur atau mengendalikan setiap kegiatan yang dapat dilakukan dalam setiap zona.Dengan demikian maka zonasi cagar budaya yang dimaksud dalam hal ini, memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding dengan pengertian yang dikemukakan oleh Callcott, namun memperlihatkan persaman antara satu dengan yang lainya, yaitu masing-masing mengacu pada kepentingan pengendalian dan pemanfaatan lahan agar dapat dipertahankan kelestarianya. Zoning sangat penting contohnya saja jika cagar budaya berada dalam kawasan kota, maka ancaman terbesarnya adalah aktifitas pembangunan kota yang tidak mengindahkan peraturan pelestarian cagar budaya. Oleh karena itu, penentuan strategi zoning harus bersifat aplikatif dan diupayakan dapat mengakomodir  berbagai kepentingan. Zonasi terhadap situs cagar budaya ini harus dilakukan dengan perspektif yang luas untuk dapat menetapkan suatu sistem penataan ruang yang bijak dengan tetap berpegang pada prinsip pelestarian tanpa merugikan pihak manapun. Hal ini menjadi signifikan mengingat cakupan zonasi cagar budaya biasanya meliputi sebuah wilayah yang cukup luas. Dengan demikian penentuan batas zona harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas.



 

 

Zonasi pada kawasan Setu Babakan
(sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUjIE9maVK4EVbo8q2daXhaDvu0W4UFVUsGGQWWNXP9cfspYcaF4MfmaxFWv9DGDjquN038T1GMKmqEOFC4ChSaBn7AzRbLMJJouOCkbnrVobziqmgffuYUEQPxJ1XVBMr5ecvzZTdFRE/s1600/Slide1.PNG )

E.      Kesimpulan
Beradasarkan paparan diatas tentang Setu babakan, bisa diambil kesimpulan bahwa kawasan Setu babakan harus di lindungi, di pelihara dan termasuk daerah yang harus di Konservasi. Karena menyimpan banyak potensi mulai dari potensi pariwisata, kebudayaan, arsitektur dan lainnya. Semakin banyak bangunan, kawasan yang di konservasi semakin baik karena menyimpan nilai kebudayaan yang sangat kental dan itu merupakan ciri khas atau identitas setiap daerah.
Konservasi bangunan namun tidak diiringi dengan antusiasme masyarakat lokal dalam menghidupkan kembali kawasan setu babakan merupakan tindakan besar namun tanpa hasil. Meramaikan kembali kawasan setu babakan yang ada merupakan salah satu tindakan pelestarian, ada banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan kekuatan media sosial dan media seperti billboard dalam mempromosikan setu babakan. Alternatif lainnya juga bisa dengan melakukan kegiatan seperti public event atau acara-acara yang menarik masyarakat luas.


F.      Daftar Pustaka

Minggu, 15 November 2015

KRITIK ARSITEKTUR



K R I T I K D E S K R I P T I F

• Dibanding Metode Kritik Lain Descriptive Criticism Tampak Lebih Nyata
(Factual)
• Deskriptif Mencatat Fakta-Fakta Pengalaman Seseorang Terhadap
Bangunan Atau Kota
• Lebih Bertujuan Pada Kenyataan Bahwa Jika Kita Tahu Apa Yang
Sesungguhnya Suatu Kejadian Dan Proses Kejadiannya Maka Kita
Dapat Lebih Memahami Makna Bangunan.
• Lebih Dipahami Sebagai Sebuah Landasan Untuk Memahami
Bangunan Melalui Berbagai Unsur Bentuk Yang Ditampilkannya
• Tidak Dipandang Sebagai Bentuk To Judge Atau To Interprete. Tetapi
Sekadar Metode Untuk Melihat Bangunan Sebagaimana Apa Adanya
Dan Apa Yang Terjadi Di Dalamnya.

K R I T I K I N T E R P R E T I F

• Kritikus Sebagai Seorang Interpreter Atau Pengamat Yang Sangat Personal
• Bentuk Kritik Cenderung Subjektif Namun Tanpa Ditunggangi Oleh Klaim Doktrin, Klaim Objektifitas
Melalui Pengukuran Yang Terevaluasi.
• Mempengaruhi Pandangan Orang Lain Untuk Bisa Memandang Sebagaimana Yang Kita Lihat
• Menyajikan Satu Perspektif Baru Atas Satu Objek Atau Satu Cara Baru Memandang Bangunan
(Biasanya Perubahan Cara Pandang Dengan “Metafor” Terhadap Bangunan Yang Kita Lihat)
• Melalui Rasa Artistiknya Mempengaruhi Pengamat Merasakan Sama Sebagaimana Yang Ia Alami
• Membangun Satu Karya “Bayangan” Yang Independen Melalui Bangunan Sebagaimana Miliknya,
Ibarat Sebuah Kendaraan.






K R I T I K I M P R E S S I O N I S T I K

• Seniman Mereproduksi Karyanya Sendiri Atau Orang Lain Dengan Konsekuensi
Adanya Kejemuan, Sedang Kritik Selalu Berubah Dan Berkembang
• Kritik Impressionis Adakalanya Dipandang Sebagai Parasit
• Kritik Impressionis Menggunakan Karya Seni Atau Bangunan Sebagai Dasar Bagi
Pembentukan Karya Keseniannya
• Karya Yang Asli Berjasa Bagi Kritik Sebagai Area Eksplorasi Karya-Karya Baru Dan
Berbeda
• Kecantikan, Memberi Kepada Penciptaan Unsur Yang Universal Dan Estetik,
Menjadikan Kritikus Sebagai Kreator, Dan Menghembuskan Ribuan Benda Yang
Berbeda Yang Belum Pernah Hadir Dalam Benaknya, Yang Kemudian Terukir Pada
Patung-Patung, Terlukis Pada Panel-Panel Dan Terbenam Dalam Permata-Permata.
KRITIK IMPRESIONISTIK DAPAT BERBENTUK :

• Verbal Discourse : Narasi Verbal Puisi Atau Prosa
• Caligramme : Paduan Kata Membentuk Silhouette
• Painting : Lukisan
• Photo Image : Imagi Foto
• Modification Of Building : Modifikasi Bangunan
• Cartoon : Focus Pada Bagian Bangunan
Sebagai Lelucon
K E R U G I A N
KERUGIAN :
• Kritik Seolah Tidak Berkait Dengan Arsitektur
• Interpretasi Menjadi Lebih Luas Dan Masuk Dalam Wilayah Bidang Ilmu Lain
• Pesan Perbaikan Dalam Arsitektur Tidak Tampak Secara Langsung
• Menghasikan Satu Interpretasi Yang Bias Tentang Hakikat Arsitektur.
H A K I K A T K R I T I K



N O R M A T I F

• Hakikat Kritik Normatif Adalah Adanya Keyakinan (Conviction)
Bahwa Di Lingkungan Dunia Manapun, Bangunan Dan Wilayah
Perkotaan Selalu Dibangun Melalui Suatu Model, Pola, Standard
Atau Sandaran Sebagai Sebuah Prinsip.
• Melalui Suatu Prinsip, Keberhasilan Kualitas Lingkungan Buatan
Dapat Dinilai
• Suatu Norma Tidak Saja Berupa Standard Fisik Yang Dapat
Dikuantifikasi Tetapi Juga Non Fisik Yang Kualitatif.
• Norma Juga Berupa Sesuatu Yang Tidak Konkrit Dan Bersifat Umum
Dan Hampir Tidak Ada Kaitannya Dengan Bangunan Sebagai
Sebuah Benda Konstruksi.
J E N I S – J E N I S M E T O D A
K R I T I K N O R M A T I F
Karena kompleksitas, abstraksi dan kekhususannya kritik
normatif perlu dibedakan dalam metode sebagai berikut :
• Metoda Doktrin ( satu norma yang bersifat general,
pernyataan prinsip yang tak terukur)
• Metoda Sistemik ( suatu norma penyusunan elemenelemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)
• Metoda Tipikal ( suatu norma yang didasarkan pada model
yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
• Metoda Terukur ( sekumpulan dugaan yang mampu

mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)

M E T O D A K R I T I K D O K T R I N A L
• Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur
yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
• Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan
seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
• Melalui sejarah, kita mengenal :
Form Follow Function - Function Follow Form
Form Follow Culture - Form Follow World View
Less is More - Less is Bore
Big is beauty – Small is beauty
Buildings should be what they wants to be
Building should express : Structure, Function, Aspiration, Construction
Methods, Regional Climate and Material
Ornament is Crime - Ornament makes a sense of place, genius loci or
extence of architecture.
• Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu
pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.
K E R U G I A N M E T O D A K R I T I K
D O K T R I N A L

• Mendorong Segala Sesuatunya Tampak Mudah
• Mengarahkan Penilaian Menjadi Lebih Sederhana
• Menganggap Kebenaran Dalam Lingkup Yang Tunggal
• Meletakkan Kebenaran Lebih Kepada Pertimbangan Secara
Individual
• Memandang Arsitektur Secara Partial
• Memungkinkan Tumbuhnya Pemikiran Dengan Kebenaran Yang
“Absolut”
• Memperlebar Tingkat Konflik Dalam Wacana Teoritik Arsitektur
H A K I K A T M E T O D A  K R I T I K T E R U K U R

• Kritik Pengukuran menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai
cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu.
• Norma pengukuran digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu
pengetahuan alam.
• Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan
wawasan tertentu dalam studi.
• Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan
pelaksanaannya.
• Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
Ukuran batas minimum atau maksimum, Ukuran batas rata-rata (avarage), Kondisi-kondisi yang dikehendaki
Contoh : Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa sandard
normatif : Batas maksimal ketinggian bangunan, sempadan bangunan, Luas terbangun, ketinggian pagar yang
diijinkan
• Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih
belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma
Contoh :
Bagaimana Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam arsitektur dengan bisnis
investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi harga-harga.
• Norma atau standard yang digunakan dalam Kritik pengukuran yang bergantung pada ukuran
minimum/maksimum, kondisi yang dikehendaki selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
• Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai beikut:
Tujuan Teknis ( Technical Goals)
Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)
T U J U A N T E K N I S
M E T O D E K R I T I K T E R U K U R

• Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara teknis
Contoh :
Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang
perlu dilakukan adalah :
1. Stabilitas Struktur
• Daya tahan terhadap beban struktur
• Daya tahan terhadap benturan
• Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
• Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
2. Ketahanan Permukaan Secara Fisik
• Ketahanan permukaan
• Daya tahan terhadap gores dan coretan
• Daya serap dan penyempurnaan air
3. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
• Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
• Timbunan debu


T U J U A N F U N G S I
M E T O D E K R I T I K T E R U K U R


Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan
aktifitas yang khusus maka ruang harus dipenuhi melalui
penyediaan suatu area yang dapat digunakan untuk
aktifitas
Pertimbangan yang diperlukan :
• Keberlangsungan fungsi dengan baik
• Aktifitas khusus yang perlu dipenuhi
• Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan
• Kemudahan-kemudahan penggunaan,
• Pencapaian dan sebagainya.

T U J U A N P E R I L A K U
M E T O D E K R I T I K T E R U K U R


• Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih
kepada dampak bangunan terhadap individu dan Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap
kualitas bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
• Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in Carson, Daniel,(ed) “ManEnvironment Interaction-5” Environmental Design Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam
elemen perilaku dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon yang dituju :
Persepsi Visual Lingkungan Fisik
• Menunjuk pada persepsi visual aspek-aspek bentuk bangunan. Bahwa bentuk-bentuk visual tertentu akan
berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
• Hal ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa seseorang terhadap berbagai ragam objek atau situasi
• Hal ini dapat dipandang sebagai dasar untuk mengevaluasi variasi penerimaan atau penolakan lingkungan lain
terhadap keberadaan bangunan yang baru.
Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara langsung dari perilaku manusia.
• Dalam skala luas definisi ini berdampak pada terbentuknya pola-pola tertentu (pattern) seperti : Pola pergerakan,
jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok sosial dsb.
• Dalam skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia terhadap keberadaan furniture, mesin atau penutup
permukaan.
• Teknik pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui survey instrumen-instrumen tentang sikap, mekanisme
simulasi, teknik interview, observasi instrumen, observasi langsung, observasi rangsangan sensor.
H A K I K A T M E T O D A
K R I T I K T Y P I K A L

• Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian teoritikus dan
sejarawan arsitektur karena desain menjadi lebih mudah dengan
mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative
originals (keaslian inovasi)
• Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, fungsi (utility) dan
ekonomi lingkungan arsitektur yang telah terstandarisasi dan terangkum
dalam satu typologi
• Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in Jencks,
Charles, “Meaning in Architecture’, New York: G. Braziller : Type
pemecahan standard justru disebut sebagai desain inovatif. Karena dengan
ini problem dapat diselesaikan dengan mengembalikannya pada satu
convensi (type standard) untuk mengurangi kompleksitas.
• March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of Environment,
Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipopolgis dapat ditunjukkan
melalui tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright didasarkan atas bentuk
curvilinear, rectalinear dan triangular untuk tujuan fungsi yang sama.
• Typical Criticsm diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola kebutuhan
dan kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan
pembangunan lingkungan fisik



E L E M E N
K R I T I K T I P I K A L

Struktural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan material
dan pola yang sama.
• Jenis bahan
• Sistem struktur
• Sistem Utilitas dan sebagainya.
Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang sama.
Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.
• Kebutuhan pada ruang kelas
• Kebutuhan auditorium
• Kebutuhan ruang terbuka dsb.
Form (Bentuk)
• Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan untuk dapat
dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
• Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana bentuk itu dimodifikasi dan
dikembangkan variasinya.
• Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi bagi bentuk-bentuk bangunan
yang monumental pada masa berikutnya.
Menurut Mc. Donald (1976), The Pantheon, Cambridge: Harvard :
Secara simbolis dan ideologis Pantheon dapat bertahan karena ia mampu menjelaskan secara memuaskan
dalam bentuk arsitektur, segala sesuatunya secara meyakinkan memenuhi kebutuhan dan inspirasi utama
manusia. Melalui astraksi bentuk bumi dan imaginasi kosmos dalam bentuk yang agung. Arsitek Pantheon telah
memberi seperangkat simbol transedensi agama, derajad dan kekuatan politik.

K E U N T U N G A N M E T O D A
K R I T I K T I P I K A L

• Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada tipe
tertentu
• Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
• Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi
• Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama
• Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.

K E R U G I A N M E T O D A
K R I T I K T I P I K A L

1. Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
2. Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
3. Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
4. Tidak memeiliki pemikiran yang segar
5. Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan

A K I B A T Y A N G D I T I M B U L K A N
K R I T I K T I P I K A L

• Munculnya Semiotica dalam arsitektur, satu bentuk ilmu sistem tanda
(Science of sign systems) yang mengadopsi dari tipe ilmu bahasa. Walaupun
kemudian banyak pakar menyangsikan kesahihan tipe ini. Dan menyebut
Semiotica dalam arsitektur sebagai bentuk PSEUDO THEORITIC
• Munculnya Pattern Language sebagaimana telah disusun oleh Christoper
Alexander
• Banyak penelitian yang mengarah pada hanya sekadar penampilan bentuk
bangunan
• Lahirnya arsitektur yang tidak memiliki keunikan dan bangunan yang bersifat
individual.
• Munculnya satu bentuk tipikal arsitektur yang eternal dan menguasai daya
kreasi perancang
• Lahirnya periode historis suatu konsep menjadi sebuah paham yang bersifat
kolektif